laporan pendahuluan PPOK

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN PENYAKIT PARU   OBSTRUKSI KRONIK







Description: G:\ \logo.png





Disusun Oleh :
Nur Aziz 20151404








AKADEMI KEPERAWATAN MAMBAUL ULUM SURAKARTA







A.    DEFINISI
Penyakit paru obstruksi kronik adalah istilah yang sering digunakan untuk sekelompok paru yang berlangsung lamma dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebaga gambaran patofisiologi utamanya. (sylvia, 2000 : 132)
Penyakit paru obstruksi kronis adalah suatu penyakit yang dikarakteristikkan oleh adanya hambatan aliran udara secara kronis  dan perubahan-perubahan patologi pada paru, dimana hambatan aliran udara saluran nafas bersifat progresif dan tidak sepenunya reversibel dan berhubungan dengan respon inflamasi yang abnormal dari paru-paru terhadap gas atau partikel yang berbahaya ( Hariman, 2010)
PPOK merupakan suatu istilah yang sering diguanakan untuk sekelompok penyakir paru-paru yang berlangsung lama dan ditanndai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebaga gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan adalah bronkitis kronis, emfisiema paru-paru, asma bronchitis. (Smeltzer 2007 : 198)
PPOK adalah penyakit paru kronik  yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran nafas yang bersifat progresif  non reversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emifiesema atau gabungan dari keduanya ( perhimpunan dokter paru indonesia , 2003 ).
Klasifikasi penyakit PPOK adalah :
1.      Bronkitis kronik
Bronchitis Kronis merupakan gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronkus dan termanifestasikan dalam bentuk batuk kronis dan pembentuk sputum selama 3 bulan dalam setahun, paling sedikit 2 tahun berturut – turut (Bruner & Suddarth, 2002).

2.      Emfisiema paru
Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus, duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar (Bruner & Suddarth, 2002).

3.      Asma bronchial
Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat dari trachea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernafas yang disebabkan oleh peyempitan yang menyeluruh dari saluran nafas (Bruner & Suddarth, 2002).


B.     ETIOLOGI
Ada tiga faktor yang mempengaruhi timbulnya PPOK yaitu rokok, infeksi dan polusi.
1.              Rokok
Menurut buku report of the WHO expert comitte on smoking control, rokok adalah penyebab utama timbulnya ppok. Secara fisiologi rokok berhubungan langsung dengan hiperflasia kelenjar mukosa bronkus dan metaplasia skuamulus epitel saluran pernafasan. Rokok juga dapat menyebabkan bronko kontriksi akut. menurut Crofton & Douglas merokok menimbulkan pula inhibisi aktivitas sel rambut getar, makrofage alveolar dan surfaktan.
2.              Infeksi
Infeksi saluran pernafasan bagian atas pada seseorang penderita bronchitiskronis hampir selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah. Serta menyebabkan kerusakan paru bertambah. Ekserbasi bronchitis cronik diperkirakan paling sering diawali dengan infeksi virus yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri.
3.              Polusi
Polusi zat-zat kimia yang juuga dapat menyebabkan bronchitis adalah zat pereduksi seperti CO2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hydrocarbon, aldehid dan ozon.

Faktor penyebab  dan faktor  resiko menurut Neil F Gordan (2002) yaitu :
1.              Usia semakin bertambah faktor resiko semakin tinggi
2.              Merokok
3.              Jenis kelamin pria lebih beresiko diibanding wanita
4.              Berkurangnya fungsi paru paru
5.              Keterbukaan terhadap polusi seperti asap rokok dan debu
6.              Polusi udara
7.              Infeksi saluran pernafasan akut seperti pnemonia dan bronkitus
8.              Kurangnya alfa anti tripsin ini merupakan kekurangan suatu enzim yang normalnya meliindungi paru-paru dari kerusakan peradangan.

C.     MANIFESTASI KLINIS
Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien PPOK. Batuk bersifat produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu kemudian berlangsung lama dan sepanjang hari. Batuk disertai dengan produksi sputum yang pada awalnya sedikit dan mukoid kemudian berubah menjadi banyak dan purulen seiring dengan semakin bertambahnya parahnya batuk penderita.
Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung lama, sepanjang hari, tidak hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang sama sekali, hal ini menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas yang menetap. Keluhan sesak inilah yang biasanya membawa penderita PPOK berobat ke rumah sakit. Sesak dirasakan memberat saat melakukan aktifitas dan pada saat mengalami eksaserbasi akut.
Tanda dan gejalanya adalah :
1.      kelemahan badan
2.      batuk
3.      sesak nafas
4.      whezing
5.      ekspirasi memanjang
6.      produksi sputum yang bertambah

D.    ANATOMI FISIOLOGI
Sutu penghantar udara hingga mencapai paru paru adalah hidung,, laring, faring, trakea, bronus dan bronkiolus
a.       Hidung
Terdiri ats bagian eksternal dan internal. Bagian eksternal menonjol dan wajah yang disangga oleh tulang hidung dan kartilago. Hidung internal adalah rongga berlorong. Hidung berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan udara yang dihirup ke paru paru.
b.      Faring
Udara dari rongga hidung msauk ke faring. Faring merupakan percbbangan 2 saluran, yaitu percabangan saluran pernafasan (nasofaring) pada bagian depan dan saluran pencernaan (orofaring) pada bagian belakang.
c.       Laring
Tempatya pita suara. Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara. Laring berperan untuk pembentukan suara dan untuk melindungi jalan nafas terhadap masuknya makaknan dan cairan.
d.      Trakea
Tenggorokan berupa pipa panjangnya sekitar 10-12 cm dengan diameter 2,5 cm, teletak sebagian di leher dan sebagian di dada. Dinding tenggotokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin  tulang rawan dan pada bagiann dalam rongga bersilia. Silia slia ini berfungsi menyaring benda benda asing yang msuk ke dlam saluran pernafasan.
e.       Bronkus
Percabangan dari trakea terbagi menjadi kanan dan kiri. Tempat percabangan ini disebut carina. Bronkus kanan lebih pendek lebar dan lebih dekat dengan trakea.
f.       Bronkiolus
Bronkiolus memiliki gelembung-gelembung halus yang siebut alveolus. Bronkiolus memiliki dinding yang tipis tidak bertulang rawan dan tidak bersilia. Mengandung kelenjar sub mukosa yang memproduksi lendir yang membentuk selimut yang tidak terputus putus untuk melapisi bagian dalam jalan nafas
g.      Alveolus
Tempat pertukaran O2 dan CO2. Alveolus berselaput tipis dan banyak bermuara kapiler darah yang memungkinkan terjadinya difusi gas pernafasan.
h.      Paru-paru
Paru paru terletak pada rongga dada di bagian atas,di samping  dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat.




E.     PATOFISIOLOGI

Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia yang lebih lanjut kekuatan kontraksi otot pernafasan juga dapat berkurang sehingga sulit bernafas.
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang. Yakni jumlah oksigen yang diikat oleh darah dalam paru paruuntuk digunakan didalam tubuh. Konsumsi oksiigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke paruparu. Berkurangnya fungsi paru paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fugsi ventilasi paru.
Faktor – faktr resiko diatas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan jugamenimbulkna kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan akan mengakibatkan penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang msuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirsi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air traping). Hal inilah yang mengakibatkan ada nya keluhan sesek nafas dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasiakan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungs fungsi paru sebagai ventilasi, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan.
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan (GOLD, 2009).














F.     PATHWAY
Description: LAPORAN PENDAHULUAN PPOK


G.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologi
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal.
2. Corak paru yang bertambah
pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer.
3. Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
4. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.
5. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.
5. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
6. Laboratorium darah lengkap

H.    PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut, tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal.

Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
1.Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok, menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik..
4. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran 1 - 2 liter/menit.

Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
1. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.
2. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan yang paling efektif.
3. Latihan dengan olah raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran jasmani.
4. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula


I.       KOMPLIKASI

1.      Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.
2.      Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain: nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
3.      Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
4.      Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.
5.      Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratory.
6.      Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa diberikan.Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat.



J.       PENGKAJIAN

Pengkajian mencakup informasi tentang gejala gejala terakhir dan manifestasi klinis penyakit sebelum. Beberapa pertanyaan untuk mendapatkan data riwayat kesehatan :
1.      Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan bernafas?
2.      Berapa jauh batasan pasien terhadap intoleransi aktivitas?
3.      Kapan pasien mengeluh sesek nafas?
4.      Apakah pasien mempunyai riwayat merokok?
5.      Obat apa yang dikonsumsi setiap hari?
Data tambahan yang dikumpulkan melalui observasi dan pemmeriksaan sebagai berikut :
1.      Frekuensi nadi dan pernafasan pasien
2.      Apakah ada kontraksi otot otot abdomen selama inspirasi
3.      Apakkah ada batuk?
4.      Apakah ada peningkatan kegelisahan??

K.    DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.      Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
2.      Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus, bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
3.      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi
4.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan oksigen.
5.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia, mual muntah.




L.     RENCANA KEPERAWATAN
No dx
Tujuan dan KH
Intervensi
Rasional
Paraf
1
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam maka bersihan jalan nafas teratasi dengan KH :
1.Frekuensi nafas dalam batas normal
1.Monitor TTV
2.monitor respirasi pasien
3.berikan posisi semi flower
4.berikan O2 untuk mencegah sesek nafas
5.ajarkan relaksasi nafas dalam
6.kolaborasi dengan tim medis

1.mengetahui adanya abnormalitas
2.mengetahui adanya abnormalitas pada respirasi pasien
3.memberi rasa nyaman
4.mempertahankan kebutuhan O2
5.membersihkan jalan nafas
6.mengencerkan secret dan melebarkann saluran nafas

2
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam maka pola nafas tidak efektif teratasi dengan KH :
1.tidak ada dispesia
2.irama nafas dan frekuensi nafas dalalm batas normal
3.pasien mampu bernafas dengan mudah
1.auskultasi suara nafas
2.berikakn posisi semi flower
3.ajarkan cara batuk efektif
4.kolaborasi dengan dokter
1.mengetahui suara nafas pasien
2.membuka jalan nafas dan memberikan posisi nyaman untuk ventilasi’
3.melatih pasien untuk mengeluarkan secret
4.untuk menda[atkann penanganan secara akurat

3
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam maka gangguan pertukaran gas teratasi dengan KH :
1.TTV dalam batas normal
2.memilhara kebersihan paru dan bebas dari suara abnormal paru
1.kaji bunyi nafas abnormal
2.berikan oksigen sesuai dosis
3.ajarkan batuk efektif
4.kolaborasai dengan dokter untuk pemberian oobat bronkodilator
1.mengetahui apakah ada suara tambahan
2.untuk mencegah hipersemia
3.untuk mengeluarkakn secret atau sputum
4.untuk mendilatasi jalan nafas dan mendapatkan penanganan secara akurat

4
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah intoleransi aktifitas dapat teratasi dengan kriteria hasil :

1.Pasien dapat melakukan aktifitas secara bertahap
2.Pasien dapat beraktifitas tanpa bantuan orang lain
1.Kaji TTV
2.Kaji tingkat ketergantungan pasien
3.Bantu pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADL
4.Bantu pasien memilih aktifitas sesuai kemampuan
5.Kolaborasi dengan keluarga
1.Mengetahui keadaan umum pasien
2.Sebagai dasar untuk memberikan latihan gerak pasien
3.Membantu memenuhi kebutuhan ADL pasien
4.Membantu memilih latihan gerak sesuai kemampuan pasien
5.Mendukung pasien untuk memenuhi kebutuhan ADL

5
setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam maka gangguan pola nutrisi teratasi dengan KH:
1.nafsu makan bertambah
2.tidak mual muntah
1.kaji apakah ada alergi makanan
2.berikan makan sedikit tapi sering
3.berikan pengetahuan pada pasien pentingnya kebutuhan nutrisi
4.kolaborasi dengan ahli gizi
1.untuk mengetahui apakah ada alergi atau tidak
2.untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
3.untuk memberi informasi tentang pentinngnya kebutuhan nutrisi
4.untuk mencegah terjadinya mal nutrisi dan penurunan bb







DAFTAR PUSTAKA


Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume 2. Jakarta, EGC.

Carpenito Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC

Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : definsidan Klasifikasi

Price, Sylvia. 2003. Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC.

Smeltzer C Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and Suddarth’s, Ed 8 Vol 1. Jakarta: EGC.


Komentar

  1. Alhamdulillah saya sudah sembuh dari PPOK.
    Saya sembuh semenjak konsultasi dan minum obat resep dari pengobatan terpadu ah9779 yang di rekomendasi kan oleh teman saya ...
    Alhamdulillah semenjak rutin kosumsi obat resep beliau yang saya pesan langsung dari beliau nafas saya menjadi lega dan dahak serta mendengkur saya hilang... Jadi buat saudara yang lain kalau belum sembuh coba berobat dengan beliau... Bisa datang langsung atau hanya pesan obat nya saja. Ini no beliau 0822-9423-8289 semoga saudara bisa sembuh juga seperti saya amin...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer