laporan pendahuluan pneumonia
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN PERNAFASAN PADA LANSIA :
PNEUMONIA
Di susun Oleh :
1. Nur
Aziz 20151404
2
4.
Akademi Keperawatan Mamba’ul ‘Ulum
Surakarta
2016/2017
A. PENGERTIAN
Pneumonia
adalah suatu proses peradangan dimana terdapat terdapat konsolidasi yang
disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas tidak dapat
berlangsung pada daerah yang mengalami konsolidasi, begitupun dengan aliran
darah disekitar alveoli, menjadi terhambat dan tidak berfungsi maksimal.
(Soemantri, 2009 :74)
Pneumonia
adalah inflamasi parenkim paru yang disebabkan oleh berbagai mikroorganisme
termasuk bacteria, mikobakteria, jamur, dan virus. Pneumonia diklasifikasikan
sebagai pneumonia didapat di komunitas, pneumonia didapat dirumah sakit,
pneumonia pada pejamu yang mengalami luluh imun, dan pneumonia aspirasi.
(Brunner & Suddarth, 2014 :457)
Pneumonia
adalah radang parenkim paru yang disebabkan oleh mikroorganisme dan kadang non
infeksi. ( Astuti & Angga, 2010 :109)
B.
ETIOLOGI
Penyebab
pneumonia menurut Soemnatri, (2009:76) adalah :
1.
Streptococcus pneumonia tanpa penyulit.
2.
Streptococcus pneumonia dengan penyulit.
3.
Haemaphilus influenza.
4.
Streptococcus aureus.
5.
Mycoplasma pneumonia.
6.
Virus patpgen.
7.
Aspirasi basil gram negative, klebsiela, pseudomonas,
enterobacter, Escherichia proteus, basil gram positif.
8.
Stafilococcus.
9.
Aspirasi asam lambung.
10.
Terjadi bila kuman pathogen menyebar ke paru-paru
melalui aliran darah, seperti pada kuman stafilococcus, E coli, anaerob
enterik.
C.
MANIFESTASI
KLINIS
Pneumonia pada pasien lansia dapat mucul
sebagai diagnosis primer atau sebagai komplikasi dari penyakit kronis. Infeksi
primer pada lansia seringkali sulit di obati dan menyebabkan angka mortalitas
yang tinggi pada individu yang lebih muda. Perburukan umum, kelemahan, gejala
abdomen, anoreksia, konfulsi, takikardi, dan takipnea dapat menandai awitan
pneumonia. Diagnosis pneumonia mungkin terabaikan karena gejala klasik seperti
batuk, nyeri dada, produksi sputum, dan demam mungkin tidak ada atau
tersamarkan pada pasien lansia. Selain itu, munculnya sejumlah gejala juga
dapat menyesatkan. Bunyi nafas abnormal, misalnya, mungkin disebabkan oleh
mikroatelektasis yang terjadi akibat penurunan mobilitas, penurunan volume paru,
atau perubahan fungsi pernafasan lain. Foto ronsen dada mungkin diperlukan
untuk membedakan gagal jantung kronis dan pneumonia sebagai penyebab atau tanda
gejala klinis.
(Brunner & Suddarth, 2014 :458)
Timbulnya hepatisasi merah diakibatkan pembesaran
eritrosit dan beberapa leukosit dari kapiler paru-paru. Pembesaran tersebut
membuat aliran darah menurun, alveoli dipenuhi dengan leukosit dan eritrosit, jumlah
eritrosit relative sedikit. Leukosit lalu melakukan fagositosis Pneumococcus
dan sewaktu resolusi berlangsung makrofag masuk kedalam alveoli dan menelan
leukosit beserta pneumococcus. Paru-paru masuk kedalam tahap hepatisasi abu-abu
dan tampak berwarna abu-abu kekuningan. Secara perlahan sel darah merah yang
mati dan eksudat fibrin dibuang dari alveoli sehingga terjadi pemulihan
sempurna. Paru-paru kembali menjadi normal tanpa kehilangan kemampuan dalam
pertukaran gas. (Soemantri,2008:69).
E.
PATHWAY
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Radiologis
Pola radiologis dapat berupa
pneumonia alveolar dengan gambaran air bronchogram (airspace disease) misalnya
oleh Streptococcus pneumoniae; bronkopneumonia (segmental disease) oleh antara
lain staphylococcus, virus atau mikoplasma; dan pneumonia interstisial
(interstitial disease) oleh virus dan mikoplasma. Distribusi infiltrat pada
segmen apikal lobus bawah atau inferior lobus atas sugestif untuk kuman
aspirasi. Tetapi pada pasien yang tidak sadar, lokasi ini bisa dimana saja.
Infiltrat di lobus atas sering ditimbulkan Klebsiella, tuberkulosis atau
amiloidosis. Pada lobus bawah dapat terjadi infiltrat akibat Staphylococcus
atau bakteriemia.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis umumnya
menandai adanya infeksi bakteri; leukosit normal/rendah dapat disebabkan oleh
infeksi virus/mikoplasma atau pada infeksi yang berat sehingga tidak terjadi
respons leukosit, orang tua atau lemah. Leukopenia menunjukkan depresi
imunitas, misalnya neutropenia pada infeksi kuman Gram negatif atau S. aureus
pada pasien dengan keganasan dan gangguan kekebalan. Faal hati mungkin
terganggu.
3. Pemeriksaan
Bakteriologis
Bahan berasal dari
sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, aspirasi jarum transtorakal,
torakosentesis, bronkoskopi, atau biopsi. Untuk tujuan terapi empiris dilakukan
pemeriksaan apus Gram, Burri Gin, Quellung test dan Z. Nielsen.
4. Pemeriksaan Khusus
Titer antibodi terhadap virus, legionela, dan
mikoplasma. Nilai diagnostik bila titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali.
Analisis gas darah dilakukan untuk menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan
oksigen.
G.
KOMPLIKASI
1. Gagal napas dan sirkulasi
Efek
pneumonia terhadap paru-paru pada orng yang menderita pneumonia sering
kesulitan bernapas, dan itu tidak mungkin bagi mereka untuk tetap cukup
bernapas tanpa bantuan agar tetap hidup. Bantuan pernapasan non-invasiv yang
dapat membantu seperti mesin untuk jalan napas dengan bilevel tekanan positif,
dalam kasus lain pemasangan endotracheal tube kalau perlu dan ventilator dapat
digunakan untuk membantu pernapasan.
Pneumonia dapat menyebabkan gagal napas oleh pencetus akut respiratory distress syndrome (ARDS). Hasil dari gabungan infeksi dan respons inflamasi dalam paru-paru segera diisi cairan dan menjadi sangat kental, kekentalan ini menyatu dengan keras menyebabkan kesulitan penyaringan udara untuk cairan alveoli, harus membuat ventilasi mekanik yang membutuhkan.
Pneumonia dapat menyebabkan gagal napas oleh pencetus akut respiratory distress syndrome (ARDS). Hasil dari gabungan infeksi dan respons inflamasi dalam paru-paru segera diisi cairan dan menjadi sangat kental, kekentalan ini menyatu dengan keras menyebabkan kesulitan penyaringan udara untuk cairan alveoli, harus membuat ventilasi mekanik yang membutuhkan.
Syok sepsis dan septik merupakan komplikasi potensial dari
pneumonia. Sepsis terjadi karena mikroorganisme masuk ke aliran darah dan
respon sistem imun melalui sekresi sitokin. Sepsis seringkali terjadi pada
pneumonia karena bakteri; streptococcus pneumonia merupakan salah satu
penyebabkan individu dengan sepsis atau septik membutuhkan unit perawatan
intensif dirumah sakit. Mereka membutuhkan cairan infus dan obat-obatan untuk
membantu mempertahankan tekanan darah agar tidak turun sampai rendah. Sepsis
dapat meyebabkan kerusakan hati, ginjal, dan jantung diantara masalah lain dan
sering menyebabkan kematian.
2. Efusi pleura, empyema, dan abces
Ada
kalanya, infeksi mikroorganisme pada paru-apru akan menyebabkan bertambahnya
(effusi pleura) cairan dalam ruang yang mengelilingi paru (rongga pleura).
Jika mikroorganisme itu sendiri ada di rongga pleura, kumpulan cairan ini
disebut empyema. Bila cairan pleura ada pada orang dengan pneumonia, cairan ini
sering diambil dengan jarum (toracentesis) dan periksa, tergantung dari hasil
pemeriksaan ini. Perlu pengaliran lengkap dari cairan ini, sering memerlukan
selang pada dada. Pada kasusu empyema berat perlu
tindakan pembedahan. Jika cairan tidak dapat dikeluarkan, mungkin
infeksi berlansung lama, karena antibiotik tidak menembus dengan baik ke dalam
rongga pleura.
Bakteri akan menginfeksi bentuk kantong yang berisi cairan yang disebut abses. Abses pada paru biasanya dapat dilihat dengan foto thorax dengan sinar x atau CT scan. Abses-abses khas terjadi pada pneumonia aspirasi dan sering mengandung beberapa tipe bakteri. Biasanya antibiotik cukup untuk pengobatan abses pada paru, tetapi kadang abses harus dikeluarkan oleh ahli bedah atau ahli radiologi.
Bakteri akan menginfeksi bentuk kantong yang berisi cairan yang disebut abses. Abses pada paru biasanya dapat dilihat dengan foto thorax dengan sinar x atau CT scan. Abses-abses khas terjadi pada pneumonia aspirasi dan sering mengandung beberapa tipe bakteri. Biasanya antibiotik cukup untuk pengobatan abses pada paru, tetapi kadang abses harus dikeluarkan oleh ahli bedah atau ahli radiologi.
3.
Empiema yang memerlukan antibiotik dalam waktu yang
lama. ( Astuti & Angga, 2010 :112)
H.
PENATALAKSANAAN
MEDIS
1.
Antibiotik diresepkan berdasarkan hasil pewarnaan Gram
dan pedoman antibiotik (pola resistensi, faktor risiko, etiologi harus dipertimbangkan
). Terapi kombinasi dapat juga digunakan.
2.
Terapi suportif mencakup hidrasi, antiseptic, medikasi
antitusif, antihistamin, atau dengan dekongestan nasal.
3.
Tirah baring direkomendasikan sampai infeksi
menunjukan tanda-tanda bersih.
4.
Terapi oksigen diberikan untuk hipoksemia.
5. Bantuan pernafasan mencakup konsentrasi oksigen
inspirasi yang tinggi, intubasi endotrakea, dan ventilasi mekanis.
6.
Terapi atelektasis, efusi pleura, syok, gagal nafas,
atau superinfeksi dilakukan, jika perlu.
7. Untuk kelompok yang beresiko tinggi mengalami CAP,
disarankan untuk melakukan vaksinasi pneumokokus.
(Brunner & Suddarth, 2014 :459)
I.
FOKUS
PENGKAJIAN
1.
Aktivitas/istirahat
Gejala: Kelemahan, kelelahan, insomnia.
Tanda: Letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
Gejala: Kelemahan, kelelahan, insomnia.
Tanda: Letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
2.
Sirkulasi
Gejala: Riwayat adany/GJK kronis.
Tanda: Takikardia, penampilan kemerahan atau pucat.
Gejala: Riwayat adany/GJK kronis.
Tanda: Takikardia, penampilan kemerahan atau pucat.
3.
Integritas ego
Gejala: Banyaknya stresor, masalah finansial.
Gejala: Banyaknya stresor, masalah finansial.
4.
Makanan/cairan
Gejala: Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, riwayat diabetes melitus.
Tanda: Distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan kakeksia (malnutrisi).
Gejala: Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, riwayat diabetes melitus.
Tanda: Distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan kakeksia (malnutrisi).
5.
Neurosensori
Gejala: Sakit kepala daerah frontal (influenza).
Tanda: Perubahan mental (bingung, somnolen).
Gejala: Sakit kepala daerah frontal (influenza).
Tanda: Perubahan mental (bingung, somnolen).
6.
Nyeri/keamanan
Gejala: Sakit kepala, nyeri dada (pleuritik), meningkat oleh batuk; nyeri dada substernal (influenza), mialgia, artralgia.
Tanda: Melindungi area yang sakit (pasien umumnya tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi gerakan).
Gejala: Sakit kepala, nyeri dada (pleuritik), meningkat oleh batuk; nyeri dada substernal (influenza), mialgia, artralgia.
Tanda: Melindungi area yang sakit (pasien umumnya tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi gerakan).
7.
Pernapasan
Gejala: Riwayat adanya/ISK kronis, PPOM, merokok sigaret, takpnea, dispnea progresif, pernapasan dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal.
Tanda: Sputum: merah muda, berkarat, atau purulen, perkusi: pekak di atas area yang konsolidasi, fremitus: taktil dan vokal bertahap meningkat dengan konsolidasi, gesekan friksi pleural, bunyi napas: menurun atau tak ada di atas area yang terlibat, atau napas bronkial, warna: pucat atau sianosis bibir/kuku.
Gejala: Riwayat adanya/ISK kronis, PPOM, merokok sigaret, takpnea, dispnea progresif, pernapasan dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal.
Tanda: Sputum: merah muda, berkarat, atau purulen, perkusi: pekak di atas area yang konsolidasi, fremitus: taktil dan vokal bertahap meningkat dengan konsolidasi, gesekan friksi pleural, bunyi napas: menurun atau tak ada di atas area yang terlibat, atau napas bronkial, warna: pucat atau sianosis bibir/kuku.
8.
Keamanan
Gejala: Riwayat gangguan sistem imun, mis: SLE, AIDS, penggunaan steroid atau kemoterapi, institusionalisasi, ketidakmampuan umum, demam (mis: 38, 5-39,6oC).
Tanda: Berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan mungkin ada pada kasus rubeola atau varisela.
Gejala: Riwayat gangguan sistem imun, mis: SLE, AIDS, penggunaan steroid atau kemoterapi, institusionalisasi, ketidakmampuan umum, demam (mis: 38, 5-39,6oC).
Tanda: Berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan mungkin ada pada kasus rubeola atau varisela.
9.
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: Riwayat mengalami pembedahan; penggunaan alkohol kronis.
Pertimbangan: DRG menunjukkan rerata lama dirawat: 6,8 hari.
Rencana pemulangan: Bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan rumah, oksigen mungkin diperlukan bila ada kondisi pencetus.
Gejala: Riwayat mengalami pembedahan; penggunaan alkohol kronis.
Pertimbangan: DRG menunjukkan rerata lama dirawat: 6,8 hari.
Rencana pemulangan: Bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan rumah, oksigen mungkin diperlukan bila ada kondisi pencetus.
J.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
gangguan kapasitas pembawa oksigen darah.
2. Bersihan
jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trachea bronchial,
pembentukan edema, peningkatan produksi sputum.
3.
Nyeri (akut) berhubungan dengan
inflamasi parenkim paru, batuk menetap.
4.
Gangguan
perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan sirkulasi.
5.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
K.
INTERVENSI
KEPERAWATAN
1. Gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan gangguan pembawa oksigen darah, gangguan
pengiriman oksigen, ditandai dengan: Dispnea, sianosis, takikardia,
gelisah/perubahan mental, hipoksia
Tujuan : gangguan gas teratasi
Kriteria
hasil :
Tidak nampak sianosis
Nafas normal
Tidak terjadi sesak
Tidak terjadi hipoksia
Klien tampak tenang
Intervensi
1. Kaji
frekuensi/kedalaman dan kemudahan bernafas
Rasional: Manifestasi distress pernafasan tergantung
pada indikasi derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum.
2. Observasi
warna kulit, membran mukosa dan kuku. Catat adanya sianosis perifer (kuku) atau
sianosis sentral.
Rasional: sianosis kuku menunjukkan vasokontriksi
respon tubuh terhadap demam/menggigil namun sianosis pada daun telinga, membran
mukosa dan kulit sekitar mulut menunjukkan hipoksemia sistemik.
3. Kaji
status mental.
Rasional: gelisah mudah terangsang, bingung dan
somnolen dapat menunjukkan hipoksia atau penurunan oksigen serebral.
4. Tinggikan
kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam dan batuk efektif.
Rasional: tindakan ini meningkat inspirasi maksimal,
meningkat pengeluaran secret untuk memperbaiki ventilasi tak efektif.
5. Berikan
terapi oksigen dengan benar misal dengan nasal plong master, master venturi.
Rasional: mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg. O2
diberikan dengan metode yang memberikan pengiriman tepat dalam toleransi
pernapasan.
2. Bersihan
jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trachea bronchial,
peningkatan produksi sputum, ditandai dengan: Perubahan frekuensi, kedalaman
pernafasan, Bunyi nafas tak normal, dispnea, sianosis, batuk efektif atau tidak
efektif dengan/tanpa produksi sputum.
Tujuan : Jalan nafas efektif
Kriteria
hasil :
Batuk teratasi
Nafas normal
Bunyi nafas bersih
Tidak terjadi Sianosis
Intervensi:
1. Kaji
frekuensi/kedalaman pernafasan dan gerakan dada
Rasional
: Takipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering terjadi
karena ketidaknyamanan.
2. Auskultasi
area paru, catat area penurunan 1 kali ada aliran udara dan bunyi nafas.
Rasional: Penurunan aliran darah terjadi pada area
konsolidasi dengan cairan.
3. Ajarkan
teknik batuk efektif
Rasional
: Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan nafas alami untuk mempertahankan
jalan nafas paten.
4. Berikan
cairan sesuai kebetuhan.
Rasional: Cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi
dan mengeluarkan secret
5. Kolaborasi
dengan dokter untuk pemberian obat sesuai indikasi: mukolitik.
Rasional: Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan
mobilisasi sekret, analgetik diberikan untuk memperbaiki batuk dengan
menurunkan ketidaknyamanan tetapi harus digunakan secara hati-hati, karena
dapat menurunkan upaya batuk/menekan pernafasan
3. Nyeri
berhubungan dengan inflamasi parenkim varul, batuk menetap ditandai dengan:
Nyeri dada, sakit kepala, gelisah
Tujuan
: Nyeri dapat teratasi
Kriteria
hasil :
Nyeri dada teratasi
Sakit kepala terkontrol
Tampak tenang
Intervensi:
1. Tentukan
karakteristik nyeri, misal kejan, konstan ditusuk.
Rasional:
nyeri dada biasanya ada dalam seberapa derajat pada pneumonia, juga dapat
timbul karena pneumonia seperti perikarditis dan endokarditis.
2. Pantau
tanda vital
Rasional:
Perubahan FC jantung/TD menu bawa Pc mengalami nyeri, khusus bila alas an lain
tanda perubahan tanda vital telah terlihat.
3. Berikan
tindakan nyaman pijatan punggung, perubahan posisi, musik tenang/berbincangan.
Rasional:
tindakan non analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan
ketidaknyamanan dan memperbesar efek derajat analgesik.
4. Bantu
pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.
Rasional:
alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkat keefektifan
upaya batuk.
5. Kolaborasi
: Berikan analgesik dan antitusik sesuai indikasi
Rasional:
obat dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif atau menurunkan mukosa
berlebihan meningkat kenyamanan istirahat umum.
4.
Gangguan
perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan sirkulasi.
Tujuan : meningkatkan suplai darah
arteri ke ekstremitas.
Kriteria hasil :
- Ekstremitas
hangat pada perabaan
- Warna
ekstremitas membaik
- Melakukan
seri latihan Bueger Allen 6 kali, 4 kali secukupnya
Intervensi :
a. Menurunkan
ekstremitas dibawah jantung.
Rasional : ekstremitas bawah yang
tergantung memperlancar suplai darah arteri.
b. Mendorong
latihan jalan seddang atau latihan ekstremitas bertahap.
Rasional : latihan otot memperbaiiki
aliran darah dan pertumbuhan sirkulasi kolateral.
c. Mendorong
latihan postural aktif (latihan Bueger Allen).
Rasional : dengan latihan postural,
pengisian akibat gravitasi terganggu sehingga pembuluh darah menjadi kosong.
5. Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen ditandai dengan: Dispnea, takikardia, sianosis
Tujuan
: Intoleransi aktivitas teratasi
Kriteria
hasil :
Nafas normal
Sianosis tidak terjadi
Irama jantung normal
Intervensi
1. Evaluasi
respon pasien terhadap aktivitas
Rasional:
merupakan kemampuan, kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan interan.
2. Berikan
lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
Rasional:
menurunkan stress dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat.
3. Bantu
pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat atau tidur.
Rasional: pasien mungkin nyaman dengan
kepala tinggi, tidur di kursi.
4. Bantu
aktivitas perawatan diri yang diperlukan
Rasional:
meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
Komentar
Posting Komentar